Ramopolii Raja Bolaang



Source: Kaart Van Celebes 1900 Stanford Libraries.



Suatu kisah lain menerangkan ketika raja Ramapolei menguasai Bolaang, saudara perempuannya Sawulaon jatuh sakit karena berduka atas kematian anaknya Maidangkai. Lalu Ramapolei memerintahkan 25 anak buahnya yang pemberani untuk membawa Sawulaon ke arah timur-laut dan bilamana ia dalam perjalanan meninggal dunia, mereka harus menguburnya di tempat dimana ia menghembuskan nafasnya terakhir dan mereka harus pula menjaga makamnya itu. Ternyata Sawulaon tewas dalam perjalanan dan di tempat dimana jenazah dimakamkan oleh para pengikut raja ditanami sebatang pohon wulan didekatnya. Mereka juga rela menghentikan perjalanan mereka  dan mendiami tempat ini. Penduduknya bertambah banyak dan akhirnya terbentuklah suatu suku Panosakan. Di daerah bagian pesisir dibangun suatu negeri baru yang diberi nama pohon yang telah ditanami dekat makam Sawulaon, yakni Wulan yang kemudian hari disebut Belang.




Lutam Mokosambul kemudian mendirikan negeri Muagen. Puterinya Mutuwailan Kuse kawin dengan Ringinbailan, dari pernikahan mana lahir 9 putera, yakni: Ramopolei (Ratupolei), Ratunuman, Ratulalas, Ratugigir, Ratumbanua, Ratuliu, Ratumbuisan, Ratumbatake dan Ratumonangen.


Ramapolei yang terkenal seorang pemberani yang sering melakukan perjalanan  darat dan pelayaran laut untuk berdagang, telah mengawini seorang puteri dari Taifore yang bernama Wawu Teteon. Setelah perkawinan ini ia menjadi  tonaas dari Muagen, menggantikan neneknya Lutam Mokosambul. Sekali waktu Ramopolei berangkat ke Gorontalo atau ke lain pulau, isterinya berhubungan gelap dengan Maidangkai, putera dari Sigar dan isterinya Ngisawulaon yang adalah saudara perempuan dari Ramopolei.


Setelah Ramopolei tiba kembali dan mendengar peristiwa ini, ia menyuruh membunuh Maidangkai. Ia memutuskan untuk bersama adik perempuan Ngisawulaon yang sangat marah kepadanya karena telah membunuh anaknya, untuk berangkat dengan perahu serta meninggalkan wilayah ini dan bersumpah untuk tidak akan menginjak kembali tanah ini. Ia memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan perjalanan ini lalu mereka berangkat menuju ke barat dan tiba di mulut sungai Rano-i-apo. Di tempat ini Ramopolei  menghentikan pelayaran dan mampir untuk mandi di sungai. Sementara mandi ia melihat sebutir buah pakoba menghanyut ke arahnya. Ia mengambilnya dan melihat ada bekas tanda gigi pada buah itu. Ia menelitinya dan menyimpulkan bahwa bentuk tanda gigitan yang munggil itu berasal dari seorang puteri. Ia segera menyuruh anak buahnya membuat rakit dan bersama dengan beberapa pengikut ia merakit menuju ke hilir sungai. Setelah sehari penuh melawan arus mereka mendengar seekor ayam jantan berkokok. Mereka tiba di suatu dusun dimana mereka  bertemu dengan seorang wanita tua yang memberitahukan kepada  Ramopolei bahwa tidak jauh dari tempat itu berdiam raja dari negeri itu. Ramopolei memikiri suatu cara supaya dapat bertemu dengan seluruh wanita dari negeri itu, ke mana ia harus pergi untuk dapat mengamati siapa diantara mereka yang memiliki gigi yang munggil seperti dilihatnya pada buah pakoba itu.



Wanita tua membantunya dengan menyerahkan kepadanya dua ekor ayam jantan untuk diadu yang atas permintaannya dicabut bulu-bulu mereka, dan dengan kedua hewan itu Ramapolei pergi ke negeri raja termaksud. Di tempat ini ia berkeliling untuk mempertontokan adu ayamnya. Semua pria, wanita dan anak-anak berdatangan dengan gembira untuk menikmati tontonan adu ayam ini. Suatu jendela dari rumah raja dibuka dan nampak seorang puteri cantik mengeluarkan kepalanya. Ia sedang sibuk dengan pekerjaan menganyam ketika ia mendengar keramaian diluar rumahnya. Waktu melihat adu ayam tanpa bulu itu ia juga turut ketawa. Pada saat itu Ramopolei mengeluarkan buah pakoba dan membandingkan tanda gigitan dengan rangkai gigit dari puteri cantik yang sedang ketawa dan baginya sudah nampak jelas ada  persamaanya. Dia adalah Wawuu, puteri raja yang segera dipinangnya kepada ayahnya dan mendapat persetujuannya.  Akad nikah dilangsungkan disertai upacara fosso (persembahan) besar-besaran. Ramopolei  yang berbahagia itu menunjukkan buah pakoba yang diketemukan itu dan menceritakan caranya ia telah mendapatkan puteri itu. Negeri itu yang letaknya dibagian utara Wulurmahatus diberi nama Pakoba.


Tidak lama kemudian, bersama isterinya dan para pengikutnya Ramopolei melakukan lagi perjalanan melalui laut ke arah barat dan tiba di depan Lombangin (Bolaang) yang rajanya Tindu Mokoagou diketahuinya telah dibunuh oleh Matindas.


Ia menyuruh salah seorang pengikutnya naik ke darat untuk mengambil air minum tetapi jogugu Bolaang bernama Mongahirai tidak mengijinkan. Sehari kemudian  dua anjing dari jogugu tanpa ketahuan berenang ke perahu-perahu dan berhasil mencopot mata dari beberapa pengikut Ramopolei. Tetapi Ramopolei menembak panahnya  dengan suatu perintah kepada senjatanya itu supaya membunuh jogugu Mongahirai lalu kembali ke tempat panah Ramopolei. Hal ini telah terjadi dan Ramopolei akhirnya diangkat sebagai raja Bolaang.


Juga Tou Singal yang sedang mendiami daerah sebelah barat Sombokei tidak dapat bertahan diri terhadap gangguan terus-menerus perompak laut, maka sebagian dari warganya dibawah tonaas Lipan, putera Rumambi dan Pinapangkahu, dan saudara dari Bolangbailan, Matindas, Kunu, Deeng, Angkol, Wangke dan Rugian, berangkat menuju ke barat dan tinggal menetap  di dekat  gunung Wulur Maatus lalu hidup dengan memburu babi dan sapi hutan.


Sekali waktu tonaas Lipan setelah  berburu, tiba di rumahnya dan mendapati bahwa makanan yang disimpan telah hilang. Ia tidak melihat tanda-tanda bahwa makanan itu dibawa lari oleh binatang. Jadi Lipan yakin bahwa manusia yang mencurinya. Pada kali-kali berikut makanan yang disimpan itu masih saja hilang lenyap. Lalu Lipan mengambil keputusan untuk menyaksikan sendiri dengan cara bersembunyi dan menunggu. Tidak lama ia melihat seorang gadis cantik menuju ke tempat simpanan makanan dan mulai memakannya. Diam-diam ia menuju ke gadis itu dan bertanya siapakah dia.Anak itu sangat kagit, hendak melarikan diri tetapi Lipan menangkapnya. Akhirnya gadis itu mengakui bahwa ia, Lipan, adalah ayahnya dan Wawuu ibuunya; ibunya ini sedang bertengger di ujung batang rotan. Lipan yakin bahwa Empung Wangko telah mengutus suatu mahluk dari kayangan kepadanya untuk menebus kehilangan  ayah, ibu dan saudara-saudaranya yang sudah begitu lama tidak lagi dilihatnya.


Gadis itu selanjutnya tinggal bersama Lipan sampai ia menjadi wanita dewasa yang cantik. Lipan yang sementara itu menjadi tonaas wangko dari seluruh penduduk Wulur Maatus mentaati sumpah yang pernah dibuatnya untuk menyelenggarakan pesta syukuran kepada Empung Wangko yang telah sangat membahagiakannya. Puterinya diberi nama panggilan Wang Rintek (pemilik gigi munggil).


Tonaas wangko Lipan mengawini seorang wanita terpandang yang memberinya beberapa  anak, putera dan puteri.


Waktu Wawuu atau Wang Rintek berusia 18 tahun, ia, sebagaimana telah dikisahkan terdahulu, diketemukan oleh Ramopolei, dan bersama-sama mereka pergi ke Bolaang, dimana Ramopolei setelah lama berpetualang, diangkat sebagai raja.


Kemudian ia berperang dengan Wantania, raja Mongondou. Setelah raja Mongondou ini dikalahkan, anaknya dari isteri Wang Rintek diberi nama Wantania.



Sumber : J.E. Jasper (1916)

Comments

Popular posts from this blog

Dontu Damopolii sang Penambang Emas

Mokodompit leluhur Kerajaan Bolang itang

Surat Raja Siau Jacob Ponto